Minggu, 29 November 2015

PIAGET DAN TEORINYA

PIAGET DAN TEORINYA

Piaget menerima gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, dan menaruh perhatian pada epistemologi (cabang filsafat yang mempersoalkan hakikat pengetahuan). Beliau mempelajari berpikir pada anak-anak, sebab beliau yakin bahwa dengan cara ini beliau akan dapat menjawab pertanyaan epistemologi.
A. TIGA ASPEK PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1. Struktur
Piaget berpendapat bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental serta perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan dari anak-anak menuju pada perkembangan operasi dan selanjutnya menuju perkembangan struktur.
Operasi mempunyai 4 ciri-ciri :
·      Pertama, operasi-operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi. Ini berarti tidak ada garis pemisah antara tindakan mental maupun tindakan fisik. Contoh tindakan tersebut adalah bila seorang anak disuruh untuk memisahkan sekeranjang buah apel dan jeruk, maka tindakan fisik yang dilakukan adalah memisahkan buah apel dan buah jeruk tersebut. Tindakan mental yang dilakukannya adalah membedakan antara buah jeruk dan buah apel tersebut.
·      Kedua, operasi-operasi tersebut reversibel. Operasi reversibel merupakan operasi yang sama namun dilakukan secara berlawanan. Contohnya adalah untuk memperoleh angka 5, maka angka 3 perlu ditambahkan angka 5, atau angka 3 dikurangkan dari 5 untuk memperoleh angka 2.
·      Ketiga, operasi-operasi tersebut selalu tetap, walaupun selalu terjadi transformasi atau perubahan.
·      Keempat, tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi. Contohnya adalah operasi penambahan dan pengurangan yang berhubungan dengan operasi-operasi klasifikasi, pengurutan dan konservasi bilangan. Jadi operasi-operasi itu adalah tindakan-tindakan mental yang terinternalisasi, reversible, tetap dan terintegrasi dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.
Struktur-struktur yang juga disebut skemata-skemata merupakan organisasi-organisasi mental tingkat-tinggi, satu tingkat lebih tinggi dari operasi-operasi. Menurut Piaget, struktur-struktur intelektual terbentuk individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang terbentuk dapat memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan yang meningkat dari lingkungannya.


2. Isi
            Isi adalah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai maslah atau situasi yang dihadapinya. Isi disini adalah isi dari pikiran anak. Misalnya kemampuan penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya.
3. Fungsi
Fungsi adalah cara yang digunakan organisma untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Menurut piaget perkembangan intelektual berdasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
a.) Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematik atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
b.) Adaptasi adalah proses dimana individu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seorang memerlukan modifikasi struktur-struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya.
Menurut Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang. Tetapi bila terjadi kembali kesetimbangan, individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa perkembangan intelektual merupakan suatu konstruksi dari satu seri struktur-struktur mental yang aktif dan dinamis yang berlaku dari bayi hingga bentuk berpikir masa remaja. Bagi piaget, intelegensi ialah jumlah struktur-struktur yang tersedia yang dapat digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya (Dembo, 1978).
B. TINGKAT-TINGKAT PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1. Tingkat Sensori-motor
Tingkat sensori-motor ini menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-indera (sensor) dan tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi (object permanen).
2. Tingkat Pra-operasional
            Tingkat ini terjadi pada periode umur 2-7 tahun. Periode ini disebut pra-operasional, karena pada umur ini anak belum mampu melakukan operasi-operasi mental. Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub-tingkat. Sub-tingkat pertama terjadi antara 2-4 tahun yang disebut pralogis. Sub-tingkat yang kedua antara 4-7 tahun yang disebut intuitif. Pada sub-tingkat pralogis penalaran anak adalah menalar transduktif. Menurut Piaget, menalar transduktif itu bukan deduksi atau induksi, namun bergerak dari khusus ke khusus tanpa menyentuh pada umum. Anak tersebut melihat suatu hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pada tingkat praoperasional anak tidak dapat berpikir reversible. Reversible adalah kemampuan berpikir kembali pada titik permulaan menuju pada satu arah dan mengadakan kompensasi dengan menuju pada arah berlawanan. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris yang berarti anak mempunyai kesulitan untuk menerima pendapat orang lain. Sifat egosentris memasuki arena bahasa dan komunikasi, bukan personalitas anak.
3. Tingkat Operasional Konkrit
Periode ini antara 7-11 tahun. Proses-proses pentingnya adalah :
Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Klasifikas kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Decenterin anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut.  Penghilangan sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).

4. Tingkat Operasional Formal
            Periode ini terjadi pada umur 11 tahun keatas. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan anak selama periode ini ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.
            Flavell (1963) mengemukakan beberapa karakteristik dari berpikir operasional formal. Pertama, berpikir adolesensi ialah hipotesis deduktif.
            Kedua, periode ini ditandai oleh berpikir proporsional. Dalam berpikir seorang anak operasional formal tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkrit. Ia dapat menangani pernyataan-pernyataan atau proporsi-proporsi yang memberikan data konkrit ini. Ia bahkan dapat menangani proporsi yang berlawanan dengan fakta.
            Ketiga, seorang adolesen berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau propososo-proposisi yang mungkin.
            Keempat, anak operasional formal berpikir refleksi. Anak-anak dalam periode ini berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali pada satu seri operasional mental. Dengan perkataan lain ia dapat berpikir tentang “berpikirnya”. Ia dapat juga menyatakan operasi mentalnya dengan simbol-simbol.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENUNJANG PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1. Kedewasaan
            Perkembangan system saraf sentral, otak, koordinasi motorik dan manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif, sehingga peranan guru sangat kecil dalam mempengaruhi perkembangan intelektual.
2. Pengalaman Fisik
            Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dari benda-benda. Secara paradoks pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada struktur-struktur logiko-matematik. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta sifat-sifat benda itu menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
3. Pengalaman Logiko-matematik
            Pengalaman dari mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek disebut pengalaman logiko-matematik. Proses konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungangan-hubungan
4. Transmisi sosial

            Dalam transmisi sosial, pengetahuan itu dating dari orang lain. Dalam konteks itu mencakup pengaruh bahasa, instruksi formal dan membaca.
5. Pengaturan-sendiri
            Equilibrasi merupakan suatu proses untuk mencapai tingkatan-tingkatan berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat.


D. PENGETAHUAN FISIK, PENGETAHUAN LOGIKO-MATEMATIK DAN PENGETAHUAN SOSIAL
a. Pengetahuan Fisik dan Logiko-matematik
            Sumber pengetahuan fisik terdapat cara benda memberikan pada subjek kesempatan-kesempatan untuk pengamatan. Sedangkan pengetahuan logiko-matematik terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek.
b. Pengetahuan Sosial
            Pengetahuan sosial membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia, tidak mungkin bagi seseorang untuk memperoleh sosial. Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik serupa dalam hal keduanya merupakan pengetahuan tentang isi (content) dan bersumber terutama dari kenyataan eksternal. Dari pengertian tersebut pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial terutama pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logiko-matematik mewakili pengetahuan menurut tradisi rasionalis.
E. BAGAIMANA PENGETAHUAN DIPEROLEH ?
1. Kontruksi Pengetahuan
            Dalam teori piaget ekuilibrium bukanlah homeostatis. Dalam ekuilibriumnya merupakan suatu proses konstruktif. Ada tiga macam ekuilibrasi, yaitu :
1)      Antara subjek dan objek yang dapat dilihat dari konstruksi pengetahuan fisik. Anak dapat memahami kenyataan dengan mengasimilasi kenyataan itu dalam skema-skema klasifitori.
2)      Antara skema-skema atau sub-subsistem yang dapat dilihat dari pengetahuan logiko-matematik.
3)      Antara pengetahuan keseluruhannya dan bagian-bagiannya yang merupakan ciri dari diferensiasi skema dan pengintegrasiannya kedalam totalitas pengetahuan. Penekanan pada totalitas ini adalah tanda suatu konsepsi biologis dari pengetahuan.
2. Model Kontruktivis dalam Mengajar
     Kontruktivisma adalah anak-anak yang memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah yang sangat menunjang proses alamiah dan disarankan beberapa prinsip mengajarkan sains di sekolah dasar. Berikut beberapa strategi mengajar :
a)      Menyiapkan benda nyata. Karena pengetahuan fisik diperoleh dengan tindakan terhadap benda dan melihat reaksi dari benda tersebut. ini merupakan satu-satunya cara belajar kata-kata para siswa menjadi lebih baik berpikir mengenai alam nyata.
b)      Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
c)      Memperkenalkan kegiatan yang menarik dan memberi siswa kebebasan untuk menolak saran dari guru.siswa mempunyai kebebasan mengikuti perhatiannya sendiri.
d)     Menekankan siswa agar dapat membuat pertanyaan dan masalah serta pemecahannya. Pertanyaan dan masalah mereka dapat membuat siswa termotivasi bekerja keras yang merupakan salah satu bagian penting dan kreatif dalam pendidikan sains.
e)      Menganjurkan siswa untuk saling berinteraksi. Penukaran gagasan dapat mengembangkan penalaran yang dalam perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis.
f)       Menghindari istilah-istilah teknis. Istilah teknis dapat menghambat berkembangnya ide atau gagasan dari siswa. Sehingga siswa perlu ditekankan untuk berpikir.
g)      Menganjurkan siswa untuk berpikir mengembangkan gagasannya dengan cara mereka sendiri. Karena dengan cara mereka sendiri dapat membuat mereka lebih nyaman dalam membuat solusi dari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi.
h)      Mengulang materi yang pernah disampaikan. Seni dalam mengajar dapat dilihat pada pemikiran saat yang tepat kapan akan mengajukan pertanyaan yang akan memberikan stimulasi pada siswa untuk berpikir ke tingkat yang lebih tinggi.
3. Siklus Belajar
            Siklus belajar merupakan salah satu strategi mengajar dalam model konstruktivis. Dalam siklus belajar ini terdapat 3 fase, yaitu :
a)      Fase ekplorasi
Siswa belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka sendiri dalam suatu situasi baru. Hal ini memberi kesempatan pada mereka untuk menyarankan gagasan yang bertentangan yang dapat menimbulkan perdebatan dan analisis alasan-alasan untuk gagasan mereka dan mengekplorasikannya.
b)      Fase pengenalan istilah
Para siswa hendaknya diajurkan untuk mengidentidikasi sebanyak mungkin pola – pola baru sebelum di utarakan keseluruh kelas (tidak realistis untuk mengharapkan para siswa untuk menemukan semua pola).
c)      Fase aplikasi konsep
Fase ini diperlukan oleh siswa untuk mengenal pola dan memisahkannyya dari konteks kongkret dan atau menggeneralisasikannya pada konteks yang lain. Jadi, tanpa sejumlah dan berbagai aplikasi, pola itu belum dapat dikenal atau keadaan umumnya dapat terbatas pada konteks yang digunakan selama defenisinya.
           


4. Tiga Macam Siklus Belajar
a)      Siklus Belajar Deskritif
Dalam siklus belajar ini disebut deskriptif sebab para siswa dan guru hanya menguraikan apa yang mereka amati, tanpa usaha menyusun hipotesis untuk menerangkan pengamatan-pengamatan mereka. Dan siswa dituntut untuk menemukan serta menggambarkan suatu pola empiris damalm mangeksplorasi pengamatannya tersebut.
b)      Siklus belajar empiris-induktif
Para siswa dituntut untuk menemukan serta menggambarkan suatu pola empiris dalam konteks khusus, tetapi mereka melanjutkan dengan memberikan sebab – sebab yang memungkinkan pola itu. Dengan bimbingan guru kemudian para siswa menyaring data yang telah dikumpulkan dan mengobservasi dengan cara deskriptif yang menghasilkan data observasi dengan diuji melalui pola sebab dan akibat.
c)      Siklus Belajar hipotesis- deduktif
Siklus belajar ini dimulai dengan suatu pertanyaan sebab dan para siswa diminta untuk menyusun jawaban yang mungkin (hipotesis). Kemudian para siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi logis hipotesis-hipotesis ini, secara eksplisit merencanakan dan melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis itu (eksplorasi). Analisis hasil-hasil eksperimen dapat menolak beberapa hipotesis, yang lain diterima, dan istilah-istilah diperkenalkan (pengenalan istilah). Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan diskusikan dapat dikemudian hari diterapkan dalam situasi-situasi aplikasi konsep.



Daftar Rujukan
Dahar R.W, (1988). Teori-teori Belajar hal 149-166. Bandung : Erlangga.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

visitors

Muhammad Rio Alrizal

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates