PIAGET DAN TEORINYA
Piaget
menerima gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, dan menaruh perhatian pada
epistemologi (cabang filsafat yang mempersoalkan hakikat pengetahuan). Beliau
mempelajari berpikir pada anak-anak, sebab beliau yakin bahwa dengan cara ini
beliau akan dapat menjawab pertanyaan epistemologi.
A. TIGA ASPEK PERKEMBANGAN
INTELEKTUAL
1. Struktur
Piaget
berpendapat bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan
mental serta perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan dari anak-anak
menuju pada perkembangan operasi dan selanjutnya menuju perkembangan struktur.
Operasi
mempunyai 4 ciri-ciri :
· Pertama,
operasi-operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi. Ini berarti tidak ada
garis pemisah antara tindakan mental maupun tindakan fisik. Contoh tindakan
tersebut adalah bila seorang anak disuruh untuk memisahkan sekeranjang buah
apel dan jeruk, maka tindakan fisik yang dilakukan adalah memisahkan buah apel
dan buah jeruk tersebut. Tindakan mental yang dilakukannya adalah membedakan
antara buah jeruk dan buah apel tersebut.
· Kedua,
operasi-operasi tersebut reversibel. Operasi reversibel merupakan operasi yang
sama namun dilakukan secara berlawanan. Contohnya adalah untuk memperoleh angka
5, maka angka 3 perlu ditambahkan angka 5, atau angka 3 dikurangkan dari 5
untuk memperoleh angka 2.
· Ketiga,
operasi-operasi tersebut selalu tetap, walaupun selalu terjadi transformasi
atau perubahan.
· Keempat,
tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan dengan
struktur atau sekumpulan operasi. Contohnya adalah operasi penambahan dan
pengurangan yang berhubungan dengan operasi-operasi klasifikasi, pengurutan dan
konservasi bilangan. Jadi operasi-operasi itu adalah tindakan-tindakan mental
yang terinternalisasi, reversible, tetap dan terintegrasi dengan
struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya.
Struktur-struktur
yang juga disebut skemata-skemata merupakan organisasi-organisasi mental
tingkat-tinggi, satu tingkat lebih tinggi dari operasi-operasi. Menurut Piaget,
struktur-struktur intelektual terbentuk individu waktu ia berinteraksi dengan
lingkungannya. Struktur yang terbentuk dapat memudahkan individu untuk
menghadapi tuntutan yang meningkat dari lingkungannya.
2. Isi
Isi
adalah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang
diberikannya terhadap berbagai maslah atau situasi yang dihadapinya. Isi disini
adalah isi dari pikiran anak. Misalnya kemampuan penalaran semenjak kecil
hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya.
3.
Fungsi
Fungsi
adalah cara yang digunakan organisma untuk membuat kemajuan-kemajuan
intelektual. Menurut piaget perkembangan intelektual berdasarkan pada dua
fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
a.)
Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematik atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur.
b.)
Adaptasi adalah proses dimana individu menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan melalui dua proses, yaitu asimilasi
dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seorang menggunakan struktur atau
kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam
lingkungannya. Dalam proses akomodasi seorang memerlukan modifikasi
struktur-struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungannya.
Menurut
Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi.
Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan
ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang. Tetapi bila terjadi kembali
kesetimbangan, individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi
dari pada sebelumnya. Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa perkembangan
intelektual merupakan suatu konstruksi dari satu seri struktur-struktur mental
yang aktif dan dinamis yang berlaku dari bayi hingga bentuk berpikir masa
remaja. Bagi piaget, intelegensi ialah jumlah struktur-struktur yang tersedia
yang dapat digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya
(Dembo, 1978).
B.
TINGKAT-TINGKAT PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1. Tingkat
Sensori-motor
Tingkat
sensori-motor ini menempati dua tahun pertama dalam kehidupan. Selama periode
ini anak mengatur alamnya dengan indera-indera (sensor) dan
tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi
(object permanen).
2. Tingkat Pra-operasional
Tingkat
ini terjadi pada periode umur 2-7 tahun. Periode ini disebut pra-operasional,
karena pada umur ini anak belum mampu melakukan operasi-operasi mental. Tingkat
pra-operasional terdiri atas dua sub-tingkat. Sub-tingkat pertama terjadi
antara 2-4 tahun yang disebut pralogis. Sub-tingkat
yang kedua antara 4-7 tahun yang disebut intuitif. Pada sub-tingkat pralogis
penalaran anak adalah menalar transduktif. Menurut Piaget, menalar transduktif
itu bukan deduksi atau induksi, namun bergerak dari khusus ke khusus tanpa
menyentuh pada umum. Anak tersebut melihat suatu hubungan hal-hal tertentu yang
sebenarnya tidak ada. Pada tingkat praoperasional anak tidak dapat berpikir
reversible. Reversible adalah kemampuan berpikir kembali pada titik permulaan
menuju pada satu arah dan mengadakan kompensasi dengan menuju pada arah
berlawanan. Menurut Piaget anak pra-operasional bersifat egosentris yang
berarti anak mempunyai kesulitan untuk menerima pendapat orang lain. Sifat
egosentris memasuki arena bahasa dan komunikasi, bukan personalitas anak.
3. Tingkat Operasional Konkrit
Periode
ini antara 7-11 tahun. Proses-proses pentingnya
adalah :
Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek
menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Klasifikas kemampuan untuk memberi nama dan
mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut.
Decenterin anak mulai mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.
Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah
atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
Konservasi memahami bahwa kuantitas,
panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan
atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Penghilangan
sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang
orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
4. Tingkat Operasional Formal
Periode
ini terjadi pada umur 11 tahun keatas. Pada periode ini anak dapat menggunakan
operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks.
Kemajuan anak selama periode ini ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan
pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkrit, ia mempunyai kemampuan
untuk berpikir abstrak.
Flavell (1963) mengemukakan beberapa
karakteristik dari berpikir operasional formal. Pertama, berpikir adolesensi
ialah hipotesis deduktif.
Kedua, periode ini ditandai oleh
berpikir proporsional. Dalam berpikir seorang anak operasional formal tidak
dibatasi pada benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang konkrit. Ia dapat
menangani pernyataan-pernyataan atau proporsi-proporsi yang memberikan data
konkrit ini. Ia bahkan dapat menangani proporsi yang berlawanan dengan fakta.
Ketiga,
seorang adolesen berpikir kombinatorial, yaitu berpikir meliputi semua
kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau propososo-proposisi yang mungkin.
Keempat,
anak operasional formal berpikir refleksi. Anak-anak dalam periode ini berpikir
sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali pada satu seri operasional
mental. Dengan perkataan lain ia dapat berpikir tentang “berpikirnya”. Ia dapat
juga menyatakan operasi mentalnya dengan simbol-simbol.
C.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENUNJANG PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
1.
Kedewasaan
Perkembangan
system saraf sentral, otak, koordinasi motorik dan manifestasi fisik lainnya
mempengaruhi perkembangan kognitif, sehingga peranan guru sangat kecil dalam
mempengaruhi perkembangan intelektual.
2.
Pengalaman Fisik
Interaksi dengan lingkungan fisik
digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dari benda-benda. Secara
paradoks pengalaman fisik ini selalu melibatkan asimilasi pada
struktur-struktur logiko-matematik. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan
perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta sifat-sifat benda itu
menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
3.
Pengalaman Logiko-matematik
Pengalaman
dari mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek disebut pengalaman logiko-matematik.
Proses konstruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif
melibatkan pembentukan hubungangan-hubungan
4.
Transmisi sosial
Dalam
transmisi sosial, pengetahuan itu dating dari orang lain. Dalam konteks itu
mencakup pengaruh bahasa, instruksi formal dan membaca.
5. Pengaturan-sendiri
Equilibrasi
merupakan suatu proses untuk mencapai tingkatan-tingkatan berfungsi kognitif
yang lebih tinggi melalui asimilasi dan akomodasi tingkat demi tingkat.
D.
PENGETAHUAN FISIK, PENGETAHUAN LOGIKO-MATEMATIK DAN PENGETAHUAN SOSIAL
a. Pengetahuan Fisik dan
Logiko-matematik
Sumber
pengetahuan fisik terdapat cara benda memberikan pada subjek
kesempatan-kesempatan untuk pengamatan. Sedangkan pengetahuan logiko-matematik
terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada
objek-objek.
b. Pengetahuan Sosial
Pengetahuan
sosial membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia, tidak mungkin bagi
seseorang untuk memperoleh sosial. Pengetahuan sosial dan pengetahuan fisik
serupa dalam hal keduanya merupakan pengetahuan tentang isi (content) dan
bersumber terutama dari kenyataan eksternal. Dari pengertian tersebut
pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial terutama pengetahuan empiris,
sedangkan pengetahuan logiko-matematik mewakili pengetahuan menurut tradisi rasionalis.
E.
BAGAIMANA PENGETAHUAN DIPEROLEH ?
1.
Kontruksi Pengetahuan
Dalam teori piaget ekuilibrium
bukanlah homeostatis. Dalam ekuilibriumnya merupakan suatu proses konstruktif.
Ada tiga macam ekuilibrasi, yaitu :
1) Antara
subjek dan objek yang dapat dilihat dari konstruksi pengetahuan fisik. Anak
dapat memahami kenyataan dengan mengasimilasi kenyataan itu dalam skema-skema
klasifitori.
2) Antara
skema-skema atau sub-subsistem yang dapat dilihat dari pengetahuan
logiko-matematik.
3) Antara
pengetahuan keseluruhannya dan bagian-bagiannya yang merupakan ciri dari
diferensiasi skema dan pengintegrasiannya kedalam totalitas pengetahuan.
Penekanan pada totalitas ini adalah tanda suatu konsepsi biologis dari
pengetahuan.
2. Model Kontruktivis dalam
Mengajar
Kontruktivisma adalah anak-anak yang
memperoleh banyak pengetahuan diluar sekolah yang sangat menunjang proses
alamiah dan disarankan beberapa prinsip mengajarkan sains di sekolah dasar.
Berikut beberapa strategi mengajar :
a) Menyiapkan
benda nyata. Karena pengetahuan fisik diperoleh dengan tindakan terhadap benda
dan melihat reaksi dari benda tersebut. ini merupakan satu-satunya cara belajar
kata-kata para siswa menjadi lebih baik berpikir mengenai alam nyata.
b) Memilih
pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
c) Memperkenalkan
kegiatan yang menarik dan memberi siswa kebebasan untuk menolak saran dari
guru.siswa mempunyai kebebasan mengikuti perhatiannya sendiri.
d) Menekankan
siswa agar dapat membuat pertanyaan dan masalah serta pemecahannya. Pertanyaan
dan masalah mereka dapat membuat siswa termotivasi bekerja keras yang merupakan
salah satu bagian penting dan kreatif dalam pendidikan sains.
e) Menganjurkan
siswa untuk saling berinteraksi. Penukaran gagasan dapat mengembangkan
penalaran yang dalam perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis.
f) Menghindari
istilah-istilah teknis. Istilah teknis dapat menghambat berkembangnya ide atau
gagasan dari siswa. Sehingga siswa perlu ditekankan untuk berpikir.
g) Menganjurkan
siswa untuk berpikir mengembangkan gagasannya dengan cara mereka sendiri.
Karena dengan cara mereka sendiri dapat membuat mereka lebih nyaman dalam
membuat solusi dari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi.
h) Mengulang
materi yang pernah disampaikan. Seni dalam mengajar dapat dilihat pada
pemikiran saat yang tepat kapan akan mengajukan pertanyaan yang akan memberikan
stimulasi pada siswa untuk berpikir ke tingkat yang lebih tinggi.
3.
Siklus Belajar
Siklus
belajar merupakan salah satu strategi mengajar dalam model konstruktivis. Dalam
siklus belajar ini terdapat 3 fase, yaitu :
a) Fase ekplorasi
Siswa
belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka sendiri dalam suatu
situasi baru. Hal ini memberi kesempatan pada mereka untuk menyarankan gagasan
yang bertentangan yang dapat menimbulkan perdebatan dan analisis alasan-alasan
untuk gagasan mereka dan mengekplorasikannya.
b) Fase pengenalan istilah
Para
siswa hendaknya diajurkan untuk mengidentidikasi sebanyak mungkin pola – pola
baru sebelum di utarakan keseluruh kelas (tidak realistis untuk mengharapkan
para siswa untuk menemukan semua pola).
c)
Fase aplikasi konsep
Fase ini
diperlukan oleh siswa untuk mengenal pola dan memisahkannyya dari konteks
kongkret dan atau menggeneralisasikannya pada konteks yang lain. Jadi, tanpa
sejumlah dan berbagai aplikasi, pola itu belum dapat dikenal atau keadaan
umumnya dapat terbatas pada konteks yang digunakan selama defenisinya.
4. Tiga
Macam Siklus Belajar
a) Siklus Belajar Deskritif
Dalam siklus belajar ini disebut deskriptif sebab para siswa dan guru
hanya menguraikan apa yang mereka amati, tanpa usaha menyusun hipotesis untuk
menerangkan pengamatan-pengamatan mereka. Dan siswa dituntut untuk menemukan
serta menggambarkan suatu pola empiris damalm mangeksplorasi pengamatannya
tersebut.
b) Siklus belajar empiris-induktif
Para siswa dituntut untuk menemukan serta menggambarkan suatu pola
empiris dalam konteks khusus, tetapi mereka melanjutkan dengan memberikan sebab
– sebab yang memungkinkan pola itu. Dengan bimbingan guru kemudian para siswa
menyaring data yang telah dikumpulkan dan mengobservasi dengan cara deskriptif
yang menghasilkan data observasi dengan diuji melalui pola sebab dan akibat.
c) Siklus Belajar hipotesis- deduktif
Siklus belajar ini dimulai dengan suatu pertanyaan sebab dan para siswa
diminta untuk menyusun jawaban yang mungkin (hipotesis). Kemudian para siswa
diminta untuk menurunkan konsekuensi logis hipotesis-hipotesis ini, secara
eksplisit merencanakan dan melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis itu
(eksplorasi). Analisis hasil-hasil eksperimen dapat menolak beberapa hipotesis,
yang lain diterima, dan istilah-istilah diperkenalkan (pengenalan istilah).
Akhirnya konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan
diskusikan dapat dikemudian hari diterapkan dalam situasi-situasi aplikasi konsep.
Daftar Rujukan
Dahar
R.W, (1988). Teori-teori Belajar hal
149-166. Bandung : Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar