Pendidikan menduduki posisi sentral
dalam pembangunan karena sasaranya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh
sektor pembangunan. Terdapat suatu kesan bahwa persepsi masyarakat umum tentang
arti pembangunan lazimnya bersifat menjurus. Pembangunan semata – mata hanya
beruang lingkup pembangunan aterial atau pembangunan fisik berupa gedung,
jembatan, pabrik dan lain lain. Padahal sukses tidaknya pembangunan fisik itu
justru sangat di tentukan oleh keberhasilan di dalam pembangunan
rohaniah/spiritual, yang secara bulat di artikan pembangunan manusia, dan yang
teeakir ini menjadi tugas utama pendidikan. Persepsi yang keliru
dalam arti pembangunan, yang menganggap bahwa pembangunan itu hanya semata –
mata pembangunan material dapat berdampak menghambat pembangunan sistem
pendidikan, karena pembangunan itu semestinya
bersifat komprehensif
yaitu mencakup pembangunan manusia dan lingkunganya. Paparan materi bab XI ini
bermaksud memberikan gambaran yang komprehensif tentang pembangunan manusia
dengan lingkunganya. Dengan
mempelajari secara seksama materi ini anda akan memahami esesnsi pendidikan dan
pembangunan, titik temu antara keduanya, peranan pendidikan dalam pembangunan,
khususnya pembangunan sistem pendidikan nasional.
Esensi
Pendidikan dan Pembangunan serta titik temunya
Menurut paham umum kata `pembangunan` lazimnya
diasosiasikan dengan pembangunan
ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan di bangunya pabrik –
pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat alat transportasi,
komnunikasi dan sejenisnya. Sedangkan hal yang mengenai sumber daya manusia
tidak secara langsung terlihat sebagai sasaran pembicaraan. Padahal bayak bukti
yang di alami oleh banyak negara menunjukan bahwa kemajuan bidang ekonomi dan
industri yang di tandai oleh kenaikan GNP, lalu kenaikan volume ekspor dan
impor sebagai indikatornya, ternyata tidak otomatis membawa kesejahteraan
masyarakatnya. Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta yang negatif
antara lain : Kegoncangan sosial politik, karena kesengsaraan masyarakat,
seperti di alami oleh negara pakistan akir akir ini, meningkatnya angka
pengangguran dan kemelaratan seperti yang dialami oleh malaysia dan negara
negara lain.
Gambaran
di atas itu menunjukan bahwa pembangunan dalam arti yang terbatas dalam
bidang ekonomi dan industri saja
belumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan
kegiatan tersebut belum dapat mengatasi masalah yang hakiki yaitu terpenuhinya
hajat hidup dari rakyat banyak material dan spiritual.
Pembangunan
ekonomi indutri mungkin dapat memenuhi aspek tertentu dari kebutuhan misalnya;
kebutuhan akan sandang dan pangan, dan papan. Tetapi mungkin tidak untuk
kebutuhan spiritual yang lain.
Bukankah kenyataan menunjukan bahwa banyak orang
yang secara meterial cukup mampu, tetapi secara spritual menanggung banyak
masalah.
Di sini terlihat, bahwa
esensi pembangunan bertumpu dan berpangkal dari manusianya, bukan pada
lingkunganya seperti perkembangan ekonomi sebagaimana telah di kemukakan.
Pembangunan berorientasi pada pemenuhan hajat manusia sesuai dengan kodratnya
sebagai manusia. Mengapa pembangunan yang demikian di katan ertumpupada dan
bertolak dari manusia? Sebabnya, karna hanya pembangunan yang terarah kepada pemenuhan
hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat
meningkatkan martabatnya sebagai manusia. Peningkatan martabat manusia selaku
manusia yang menjadi tujuan final dari pembangunan. Tegasnya pembangunan apapun
jika berakibat mengurangi nilai manusiawi berati keluar dari esensinya.
Seperti
yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan
manusia indonesia. Pernyataan tersebut dapatdi artikan bahwa yang menjadi
tujuan akir pembagunan adalah manusianya, yaitu dapatnya di penuhi hajat hidup,
jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk
religius, agar dengan demkian dapat meningkatkan martabatnya sebagai makhluk.
Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada
pemenuhan
hajat hidup manusia sesuai sebutan dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan
akir pembangunan adalah manusianya. Yaitu dapat di penuhi hajat hidup,
jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk
religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabatnya sebagai makhluk.
Jika
pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi pada hajat hidup
manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak
pembangunan, manusia dapat di pandang sebagai “objek” dan sekaligus juga
sebagai “subjek” pembangunan.
Sebagai
subjek pembangunan manusia di pandang sebagai sasaran yang di bangun. Dalam hal
ini pembangunan meliputi ikhtiar ke dalam diri manusia, beberapa pembinaan
pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran,
sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkunganya, tekad hidup yang
positif serta ketrampilan kerja. Ikhtiar ini di sebut pendidikan.
Manusia
sebagai sasaran pembangunan, wujudnya dirubah dari keadaan yang masih bersifat
potensial ke keadaan aktual. Bayi yang memiliki “benih kemungkinan untuk
menjadi” di bina sehingga berubah menjadi “kenyataan”
Potensi
kebaikan yang perlu di kembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha,
berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendirian, rasa bebas yang
bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan
bekerja sama, menerima, melaksakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati
hak orang lain dan seterusnya.
Oleh adanya perlindungan dan bimbingan orang tua dan
pihak lain yang telah dewasa, bayi beranjak “status quo”nya dalam rentangan
antara “naluri” dan “nurani”. Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan
bekal naluri maka tidak ada manusia itu dengan hewan. Justru adanya nurani
menjadi pembeda antara manusia dan hewan.
Di
sini jelas betapa urgenya peranan pendidikan itu yang memungkinkan berubahnya
potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusia
menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan yang manusiawi. Manusia di pandang
sebagai subjek pembangunan karena dengan segenap kemampuanya dapat menggarap
lingkunganya secara dinamis dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan ini
lazim di sebut pembangunan.
Jadi pendidikan mengarah ke dalam diri manusia,
sedang pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia.
Jika
pendidikan dan pembanguna di lihat sebagai suatu garis proses, maka keduanya
merupakan suatu garis yang terletakkontinu dan saling mengisi. Proses pendidikan
pada suatu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan
mempunyai tugas untuk menghaslkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup
masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil
pendidikan itu menunjang pembangunan, juga dapat di lihat korelasinya dengan
peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
Sumbangan
Pendidikan pada Pembangunan :
Pendidikan sebagai upaya yang sangat bulat dan
menyeluruh hasilnya tidak dapat segera dilihat. Ada jarak penantian yang cukup
panjang antara di mulainya proses usaha dengan tercapainya hasil. Namun demikian jika
ditilik secara seksama
tidaklah dapat di pungkiri bahwa andil yang di berikan oleh pendidikan pada
pembangunan sungguh sangat besar. Jika pembangunan di pandang sebagai sistem
makro maka pendidikn merupakan sebuah komponen atau bagian dari pembangunan.
Pembangunan Sistem Pendidikan
Setiap pendidikan selalu berurusan
dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik
(demikian menurut Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui
pendidikan. Sedangkan manusia adalah satunya-satunya makhluk yang diakrunia
potensi untuk selalu menyempurnakan diri. Padahal kesempurnaan itu sendiri
adalah suatu kondisi yang tudak akan kunjung dapat dicapai oleh manusia. Bisa
dikatakan, manusia hanya mengejar kesempurnaan agar dekat dengan kesempurnaan,
tetapi tidak akan pernah menyatu dengan kesempurnaan itu sendiri.
Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan. Secara
makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian
erat, yaitu:
Aspek filosofis dan keilmuan.
Aspek yuridis atau perundang-undangan.
Struktur.
Kurikulum yang meliputi materi, metodologi,
pendekatan, orientasi.
Hubungan Antar
Aspek-Aspek
Aspek filosofis, keilmuan, dan
yuridis menjadi landasan bgi butir-butir yang lain, karena memberikan arah
serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, strktur pendidikan, kurikulum,
dan lain-lain yang lain itu harus mengacu pada aspek filosofis, aspek keilmian,
dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apapun yang terjadi pada
sstruktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap berada di
dalam wadah filsofis dan yuridis..
Aspek Filosofis
Keilmuan
Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasional
pendidikan. Rumusan tujuan nasional yang
tentunyan memberikan peluan bagi pengembangan sifat hakikat manusia yang bersifat kodrati yang berarti
pula bersifat wajar. Bagi kita yang pengembangan sifat kodrati manusia itu
pararel dengan jiwa Pancasila. Filsafat Pancasila ini menggantikan secara total
falsafah pendidikan penjajah. Penjajah memfungsikan pendidikan sebagai sarana
untuk menghasilkan tenaga kerja yang
terampil tetapi bersifat bergantung dan loyal kepada penjajah. Iklim pendidikan
seperti itu jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka,
yang arah dan tujuannya ialah mewijudkan
mausia-manusia yang cakap dan terampil, bersifat dinamis, kreatif dan inofatif
serta mandiri tetapi penuh rasa tenggang rasa.
Kecuali filsafat, segi kailmuan
juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan. Dalam usaha
mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan
tunjangan teori dari keilmuan.
Aspek Struktur
Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan
pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis
pendidikan, lama waktu belajar.dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain,
sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
Dalam prakteknya, perkembangan pola struktur tidak dapat
dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda misalnya,
sekolah taman kanak-kanak belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Jenjang
pendidikan formal yang terendah adalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk
school) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah desa tidak berfungsi sebagai
pendidikan dasar (basic education) yang memberikan bekal dasar kepada
setiap warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan, tetapi sekedar
untuk berkonsumsi politik etis dan menyiapkan tenaga buruh yang sekedar dapat
membaca dan menulis guna melancarkan roda pemerintahan penjajah. Sejak zaman
penjajahan, jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan rendah,
menengah, dan pendidikan tinggi, tetapi adanya segregasi pendidikan sangat
dirasakan. Saat itu dikenal apa yang disebut “Three Tract Systems” yaitu
pemilihan pendidikan untuk tiga macam golongan: Untuk rakyat jelata (bawahan),
golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan untuk golongan
bangsa Belanda, Eropa, dan timur asing. Sejak zaman kemerdekaan pemilihan
seperti itu sudah tidak ada lagi.semua sistem pendidikan yang ada disediakan
untuk melayani semua anggota masyarakat. Beberapa tahun kemudian sesudah kita
merdeka, jenis pendidikan tingkat menegah dan pendidikan tingkat tinggi
demikian pula pendidikan nonformal mengalami perkembngan yang sangat pesat. Hal
ini terjadi karena beberapa penyebab. Pertama, karena aspirasi
pendidikan dari orang tua dan angkatan muda semakin meningkat, kedua,
semakin berkembangnya jenis pekerjaan di masyarakat, dan sejumlah diantaranya
mengalami peningkata kualitas, hingga menuntut persyaratan kerja yang lebih
andal. Banyak jenis pekerjaan baru bermunculan yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Sebagai akibatnya timbullah kebutuhan beraneka ragam tenaga kerja
yang harus dipersiapkan melalui berbagai pendidikan kejuruan tingkat menegah
atas dan berbagai fakultas atau program studi pada perguruan
tinggi, demikian pula melalui pendidikan nonformal.
Kesimpulan
: Pendidikan merupakan tonggak pusat dari sebuah pembangunan,
karena pendidikan merupakan langkah pertama guna membentuk sumber daya manusia
yang unggul dalam bidangnya masing-masing. Setelah mempunyai sumber daya
manusia yang unggul, maka kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia tersebut
akan menunjang pembangunan sarana dan prasarana yang kembali di tujukan untuk
kemajuan pendidikan. Sehingga pendidikan dan pembangunan mempunyai keterkaitan
yang berlangsung terus-menerus.
Daftar
Rujukan :
Tirtarahardja, Prof. Dr, Umar dan Drs. S. La. Sulo.
2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta :
PT RINEKA CIPTA.
Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri
Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah. Malang : Universitas Negeri Malang.