Sabtu, 12 Desember 2015

8 Sumber Energi Terbarukan di Indonesia

Daftar 8 jenis sumber energi terbarukan di Indonesia yang layak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia.Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi energi terbarukan (renewable energy) yang sangat melimpah. Sayangnya sumber-sumber energi terbarukan tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
Energi terbarukan adalah sumber energi yang cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya berkelanjutan. Energi terbarukan dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alami tidak akan habis bahkan berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Energi terbarukan kerap disebut juga sebagai energi berkelanjutan (sustainable energy).
Konsep energi terbarukan mulai dikenal di dunia pada era 1970-an. Kemunculannya sebagai antitesis terhadap pengembangan dan penggunaan energi berbahan fosil (batubara, minyak bumi, dan gas alam) dan nuklir. Selain dapat dipulihkan kembali, energi terbarukan diyakini lebih bersih (ramah lingkungan), aman, dan terjangkau masyarakat. Penggunaan energi terbarukan lebih ramah lingkungan karena mampu mengurangi pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan di banding energi non-terbarukan.
Jenis sumber energi terbarukan (renewable energy) yang dimiliki Indonesia cukup banyak. Jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik diyakini dapat menggantikan energi fosil. inilah daftar 8 sumber energi terbarukan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan.
1. Biofuel
Biofuel atau bahan bakar hayati adalah sumber energi terbarukan berupa bahan bakar (baik padat, cair, dan gas) yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang memiliki kandungan gula tinggi (seperti sorgum dan tebu) dan tanaman yang memiliki kandungan minyak nabati tinggi (seperti jarak, ganggang, dan kelapa sawit).
2. Biomassa
Biomassa adalah jenis energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup atau belum lama mati. Sumber biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung.
3. Panas Bumi
Energi panas bumi atau geothermal adalah sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan dan disimpan di dalam bumi. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis, berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar lempeng tektonik. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki Indonesia antara lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat), PLTP Dieng (Jawa Tengah), dan PLTP Lahendong (Sulawesi Utara).
4. Air
Energi air adalah salah satu alternatif bahan bakar fosil yang paling umum. Sumber energi ini didapatkan dengan memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik yang dimiliki air. Sat ini, sekitar 20% konsumsi listrik dunia dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Di Indonesia saja terdapat puluhan PLTA, seperti : PLTA Singkarak (Sumatera Barat), PLTA Gajah Mungkur (Jawa Tengah), PLTA Karangkates (Jawa Timur), PLTA Riam Kanan (Kalimantan Selatan), dan PLTA Larona (Sulawesi Selatan).
5. Angin
Energi angin atau bayu adalah sumber energi terbarukan yang dihasilkan oleh angin. Kincir angin digunakan untuk menangkap energi angin dan diubah menjadi energi kinetik atau listrik. Pemanfaat energi angin menjadi listrik di Indonesia telah dilakukan seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTBayu) Samas di Bantul, Yogyakarta.
6. Matahari
Energi matahari atau surya adalah energi terbarukan yang bersumber dari radiasi sinar dan panas yang dipancarkan matahari. Pembankit Listrik Tenaga Surya yang terdapat di Indonesia antara lain : PLTS Karangasem (Bali), PLTS Raijua, PLTS Nule, dan PLTS Solor Barat (NTT)
7. Gelombang Laut
Energi gelombang laut atau ombak adalah energi terbarukan yang bersumber dari dari tekanan naik turunnya gelombang air laut. Indonesia sebagai negara maritim yang terletak diantara dua samudera berpotensi tinggi memanfaatkan sumber energi dari gelombang laut. Sayangnya sumber energi alternatif ini masih dalam taraf pengembangan di Indonesia.
8. Pasang Surut
Energi pasang surut air laut adalah energi terbarukan yang bersumber dari proses pasang surut air laut. Terdapat dua jenis sumber energi pasang surut air laut, pertama adalah  perbedaan tinggi rendah air laut saat pasang dan surut. Yang kedua adalah arus pasang surut terutama pada selat-selat yang kecil. Layaknya energi gelombang laut, Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam pemanfaatan energi pasang surut air laut. Sayangnya, sumber energi ini belum termanfaatkan.
Sumber energi terbarukan ternyata belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Sebanyak 90% energi di Indonesia masih menggunakan energi berbahan fosil (batubara, minyak bumi, dan gas alam) dan sisanya, kurang dari 10%, yang memanfaatkan sumber energi terbarukan. Sebuah ironi mengingat Indonesia mempunyai potensi yang tinggi akan sumber energi terbarukan.
Dari berbagai sumber energi terbarukan yang tersedia, baru energi air yang banyak dimanfaatkan. Jumlah pembangkit listrik bersumber dari energi panas bumi, angin, dan matahari pun masih bisa dihitung dengan jari, dengan kapasitas energi yang sangat kecil. Apalagi sumber energi yang berasal dari laut, meski pun potensinya sangat besar, nyatanya belum satupun yang berhasil dikembangkan.

sumber : http://alamendah.org/2014/09/09/8-sumber-energi-terbarukan-di-indonesia/
Share:

Senin, 07 Desember 2015

Esensi Pendidikan Terhadap Pembangunan

Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasaranya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Terdapat suatu kesan bahwa persepsi masyarakat umum tentang arti pembangunan lazimnya bersifat menjurus. Pembangunan semata – mata hanya beruang lingkup pembangunan aterial atau pembangunan fisik berupa gedung, jembatan, pabrik dan lain lain. Padahal sukses tidaknya pembangunan fisik itu justru sangat di tentukan oleh keberhasilan di dalam pembangunan rohaniah/spiritual, yang secara bulat di artikan pembangunan manusia, dan yang teeakir ini menjadi tugas utama pendidikan. Persepsi yang keliru dalam arti pembangunan, yang menganggap bahwa pembangunan itu hanya semata – mata pembangunan material dapat berdampak menghambat pembangunan sistem pendidikan, karena pembangunan itu semestinya bersifat komprehensif yaitu mencakup pembangunan manusia dan lingkunganya. Paparan materi bab XI ini bermaksud memberikan gambaran yang komprehensif tentang pembangunan manusia dengan lingkunganya. Dengan mempelajari secara seksama materi ini anda akan memahami esesnsi pendidikan dan pembangunan, titik temu antara keduanya, peranan pendidikan dalam pembangunan, khususnya pembangunan sistem pendidikan nasional.

Esensi Pendidikan dan Pembangunan serta titik temunya
Menurut paham umum kata `pembangunan` lazimnya diasosiasikan dengan pembangunan ekonomi dan industri yang selanjutnya diasosiasikan dengan di bangunya pabrik – pabrik, jalanan, jembatan sampai kepada pelabuhan, alat alat transportasi, komnunikasi dan sejenisnya. Sedangkan hal yang mengenai sumber daya manusia tidak secara langsung terlihat sebagai sasaran pembicaraan. Padahal bayak bukti yang di alami oleh banyak negara menunjukan bahwa kemajuan bidang ekonomi dan industri yang di tandai oleh kenaikan GNP, lalu kenaikan volume ekspor dan impor sebagai indikatornya, ternyata tidak otomatis membawa kesejahteraan masyarakatnya. Kondisi demikian justru menimbulkan gejala penyerta yang negatif antara lain : Kegoncangan sosial politik, karena kesengsaraan masyarakat, seperti di alami oleh negara pakistan akir akir ini, meningkatnya angka pengangguran dan kemelaratan seperti yang dialami oleh malaysia dan negara negara lain.
            Gambaran di atas itu menunjukan bahwa pembangunan dalam arti yang terbatas dalam bidang  ekonomi dan industri saja belumlah menggambarkan esensi yang sebenarnya dari pembangunan, jika kegiatan kegiatan tersebut belum dapat mengatasi masalah yang hakiki yaitu terpenuhinya hajat hidup dari rakyat banyak material dan spiritual.
            Pembangunan ekonomi indutri mungkin dapat memenuhi aspek tertentu dari kebutuhan misalnya; kebutuhan akan sandang dan pangan, dan papan. Tetapi mungkin tidak untuk kebutuhan spiritual yang lain. Bukankah kenyataan menunjukan bahwa banyak orang yang secara meterial cukup mampu, tetapi secara spritual menanggung banyak masalah.
Di sini terlihat, bahwa esensi pembangunan bertumpu dan berpangkal dari manusianya, bukan pada lingkunganya seperti perkembangan ekonomi sebagaimana telah di kemukakan. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan hajat manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia. Mengapa pembangunan yang demikian di katan ertumpupada dan bertolak dari manusia? Sebabnya, karna hanya pembangunan yang terarah kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang dapat meningkatkan martabatnya sebagai manusia. Peningkatan martabat manusia selaku manusia yang menjadi tujuan final dari pembangunan. Tegasnya pembangunan apapun jika berakibat mengurangi nilai manusiawi berati keluar dari esensinya.
            Seperti yang dinyatakan dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia indonesia. Pernyataan tersebut dapatdi artikan bahwa yang menjadi tujuan akir pembagunan adalah manusianya, yaitu dapatnya di penuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk religius, agar dengan demkian dapat meningkatkan martabatnya sebagai makhluk. Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi kepada pemenuhan hajat hidup manusia sesuai sebutan dapat diartikan bahwa yang menjadi tujuan akir pembangunan adalah manusianya. Yaitu dapat di penuhi hajat hidup, jasmaniah dan rohaniah, sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk religius, agar dengan demikian dapat meningkatkan martabatnya sebagai makhluk.
            Jika pembangunan bertolak dari sifat hakikat manusia, berorientasi pada hajat hidup manusia sesuai dengan kodratnya sebagai manusia maka dalam ruang gerak pembangunan, manusia dapat di pandang sebagai “objek” dan sekaligus juga sebagai “subjek” pembangunan.
            Sebagai subjek pembangunan manusia di pandang sebagai sasaran yang di bangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtiar ke dalam diri manusia, beberapa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkunganya, tekad hidup yang positif serta ketrampilan kerja. Ikhtiar ini di sebut pendidikan.
            Manusia sebagai sasaran pembangunan, wujudnya dirubah dari keadaan yang masih bersifat potensial ke keadaan aktual. Bayi yang memiliki “benih kemungkinan untuk menjadi” di bina sehingga berubah menjadi “kenyataan”
            Potensi kebaikan yang perlu di kembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendirian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerja sama, menerima, melaksakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain dan seterusnya. Oleh adanya perlindungan dan bimbingan orang tua dan pihak lain yang telah dewasa, bayi beranjak “status quo”nya dalam rentangan antara “naluri” dan “nurani”. Jika seandainya manusia dapat hidup hanya dengan bekal naluri maka tidak ada manusia itu dengan hewan. Justru adanya nurani menjadi pembeda antara manusia dan hewan.
            Di sini jelas betapa urgenya peranan pendidikan itu yang memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusia menjadi sumber daya atau modal utama pembangunan yang manusiawi. Manusia di pandang sebagai subjek pembangunan karena dengan segenap kemampuanya dapat menggarap lingkunganya secara dinamis dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan ini lazim di sebut pembangunan. Jadi pendidikan mengarah ke dalam diri manusia, sedang pembangunan mengarah ke luar yaitu ke lingkungan sekitar manusia.
            Jika pendidikan dan pembanguna di lihat sebagai suatu garis proses, maka keduanya merupakan suatu garis yang terletakkontinu dan saling mengisi. Proses pendidikan pada suatu garis menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghaslkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi hajat hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk. Bahwa hasil pendidikan itu menunjang pembangunan, juga dapat di lihat korelasinya dengan peningkatan kondisi sosial ekonomi peserta didik yang mengalami pendidikan.
Sumbangan Pendidikan pada Pembangunan :
Pendidikan sebagai upaya yang sangat bulat dan menyeluruh hasilnya tidak dapat segera dilihat. Ada jarak penantian yang cukup panjang antara di mulainya proses usaha dengan tercapainya hasil. Namun demikian jika ditilik secara seksama tidaklah dapat di pungkiri bahwa andil yang di berikan oleh pendidikan pada pembangunan sungguh sangat besar. Jika pembangunan di pandang sebagai sistem makro maka pendidikn merupakan sebuah komponen atau bagian dari pembangunan.

Pembangunan Sistem Pendidikan
            Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia karena hanya manusia yang dapat dididik dan harus selalu dididik (demikian menurut Langeveld). Bayi hanya akan menjadi manusia jika melalui pendidikan. Sedangkan manusia adalah satunya-satunya makhluk yang diakrunia potensi untuk selalu menyempurnakan diri. Padahal kesempurnaan itu sendiri adalah suatu kondisi yang tudak akan kunjung dapat dicapai oleh manusia. Bisa dikatakan, manusia hanya mengejar kesempurnaan agar dekat dengan kesempurnaan, tetapi tidak akan pernah menyatu dengan kesempurnaan itu sendiri.
       Wujud Pembangunan Sistem Pendidikan. Secara makro, sistem pendidikan meliputi banyak aspek yang satu sama lain bertalian erat, yaitu:
    Aspek filosofis dan keilmuan.
    Aspek yuridis atau perundang-undangan.
    Struktur.
    Kurikulum yang meliputi materi, metodologi, pendekatan, orientasi.

Hubungan Antar Aspek-Aspek
            Aspek filosofis, keilmuan, dan yuridis menjadi landasan bgi butir-butir yang lain, karena memberikan arah serta mewadahi butir-butir yang lain. Artinya, strktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain yang lain itu harus mengacu pada aspek filosofis, aspek keilmian, dan aspek yuridis. Oleh karena itu, perubahan apapun yang terjadi pada sstruktur pendidikan, kurikulum, dan lain-lain tersebut harus tetap berada di dalam wadah filsofis dan yuridis..
Aspek Filosofis Keilmuan
            Aspek filosofis berupa penggarapan tujuan nasional pendidikan. Rumusan tujuan  nasional yang tentunyan memberikan peluan bagi pengembangan sifat hakikat  manusia yang bersifat kodrati yang berarti pula bersifat wajar. Bagi kita yang pengembangan sifat kodrati manusia itu pararel dengan jiwa Pancasila. Filsafat Pancasila ini menggantikan secara total falsafah pendidikan penjajah. Penjajah memfungsikan pendidikan sebagai sarana untuk  menghasilkan tenaga kerja yang terampil tetapi bersifat bergantung dan loyal kepada penjajah. Iklim pendidikan seperti itu jelas berbeda dengan sistem pendidikan dari bangsa yang merdeka, yang arah dan tujuannya  ialah mewijudkan mausia-manusia yang cakap dan terampil, bersifat dinamis, kreatif dan inofatif serta mandiri tetapi penuh rasa tenggang rasa.
Kecuali filsafat, segi kailmuan juga memberikan sumbangan penting terhadap sistem pendidikan. Dalam usaha mencapai tujuan yang telah dirumuskan oleh filsafat itu, sistem pendidikan memerlukan tunjangan teori dari keilmuan.
Aspek Struktur
            Aspek struktur pembangunan sistem pendidikan berperan pada upaya pembenahan struktur pendidikan yang mencakup jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar.dari jenjang yang satu ke jenjang yang lain, sebagai akibat dari perkembangan sosial budaya dan politik.
            Dalam prakteknya, perkembangan pola struktur tidak dapat dipisahkan dari aspek filosofis. Pada zaman penjajahan Belanda misalnya, sekolah taman kanak-kanak belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. Jenjang pendidikan formal yang terendah adalah sekolah rakyat/sekolah desa (volk school) 3 tahun. Dalam hal demikian sekolah desa tidak berfungsi sebagai pendidikan dasar (basic education) yang memberikan bekal dasar kepada setiap warga negara untuk berperan serta dalam pembangunan, tetapi sekedar untuk berkonsumsi politik etis dan menyiapkan tenaga buruh yang sekedar dapat membaca dan menulis guna melancarkan roda pemerintahan penjajah. Sejak zaman penjajahan, jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan rendah, menengah, dan pendidikan tinggi, tetapi adanya segregasi pendidikan sangat dirasakan. Saat itu dikenal apa yang disebut “Three Tract Systems” yaitu pemilihan pendidikan untuk tiga macam golongan: Untuk rakyat jelata (bawahan), golongan atas pribumi yang disejajarkan dengan Belanda, dan untuk golongan bangsa Belanda, Eropa, dan timur asing. Sejak zaman kemerdekaan pemilihan seperti itu sudah tidak ada lagi.semua sistem pendidikan yang ada disediakan untuk melayani semua anggota masyarakat. Beberapa tahun kemudian sesudah kita merdeka, jenis pendidikan tingkat menegah dan pendidikan tingkat tinggi demikian pula pendidikan nonformal mengalami perkembngan yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena beberapa penyebab. Pertama, karena aspirasi pendidikan dari orang tua dan angkatan muda semakin meningkat, kedua, semakin berkembangnya jenis pekerjaan di masyarakat, dan sejumlah diantaranya mengalami peningkata kualitas, hingga menuntut persyaratan kerja yang lebih andal. Banyak jenis pekerjaan baru bermunculan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebagai akibatnya timbullah kebutuhan beraneka ragam tenaga kerja yang harus dipersiapkan melalui berbagai pendidikan kejuruan tingkat menegah atas dan berbagai fakultas atau program studi pada perguruan tinggi, demikian pula melalui pendidikan nonformal.



Kesimpulan : Pendidikan merupakan tonggak pusat dari sebuah pembangunan, karena pendidikan merupakan langkah pertama guna membentuk sumber daya manusia yang unggul dalam bidangnya masing-masing. Setelah mempunyai sumber daya manusia yang unggul, maka kompetensi yang dimiliki sumber daya manusia tersebut akan menunjang pembangunan sarana dan prasarana yang kembali di tujukan untuk kemajuan pendidikan. Sehingga pendidikan dan pembangunan mempunyai keterkaitan yang berlangsung terus-menerus.

Daftar Rujukan :
Tirtarahardja, Prof. Dr, Umar dan Drs. S. La. Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.

Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang : Universitas Negeri Malang.
Share:

Karakteristik Alat Ukur

A.    Karakteristik Alat Ukur
    Fungsi alat ukur adalah untuk mendeteksi parameter yang terdapat dalam proses industry atau penelitian ilmu pengetahuan. Alat ukur harus mampu mendeteksi tiap perubahan dengan teliti. Untuk mendapatkan sifat kerja yang optimum maka perlu diperhatikan sejumlah karakteristik dasar alat ukur. Berikut akan dijelaskan masing-masing karakteristik terebut :
1.      Karakteristik Statis
Karakteristik statis suatu alat ukur adalah karakteristik yang harus diperhatikan apabila alat tersebut  digunakan untuk mengukur suatu kondisi yang tidak berubah karena waktu atau hanya berubah secara  lambat laun.Karakteristik statis adalah hal-hal yang harus diperhitungkan bila alat ukur dipergunakan untuk mengukur suatu keadaan yang tidak bergantung pada waktu, yaitu :

a.       Ketelitian atau Keseksamaan (Accuracy)
Ketelitian atau accuracy didefenisikan sebagai ukuran seberapa jauh hasil pengukuran mendekati harga sebenarnya dari pada besaran yang diukur. Ukuran ketelitian sering dinyatakan dengan dua cara, atas dasar perbedaan atau kesalahan (error) terhadap harga yang sebenarnya, yaitu

Contoh :                                                           
Sebuah amperemeter menunjukkan arus sebesar 10A sedangkan accuracy 1% maka kesalahan pengukurannya adalah 1% X 10A = 0,1A sehingga harga sebenarnya dari hasil pengukurannya adalah (10 + 0,1)A.

b.      Kecermatan atau Keterulangan (Precision/Repeatibility)
Adalah yang menyatakan seberapa jauh alat ukur dapat mengulangi hasilnya untuk harga yang sama. Atau derajat dekat tidaknya hasil pengukuran satu terhadap yang lain. Dengan kata lain, alat ukur belum tentu akan dapat memberikan hasil yang sama jika diulang, meskipun harga besaran yang diukur tidak berubah. Hal diatas berarti bahwa jika suatu mikrometer menghasilkan angka 0,0002 mm, dan hasil yang hampir sama akan diperoleh kembali meskipun pengukuran diulang-ulang, dikatakan bahwa mikrometer tersebut sangat cermat dan ketepatannya (presisi) tinggi.

c.       Resolusi
Adalah kemampuan sistem pengukur termasuk pengamatnya, untuk membedakan harga-harga yang hampir sama. Resolusi adalah nilai perubahan terkecil yang dapat dirasakan oleh alat ukur. Contoh : suatu timbangan pada jarum penunjuk yang menunjukkan perubahan 0,1 gram (terkecil yang dapat dilihat) maka dikatakan bahwa resolusi dari timbangan tersebut adalah 0,1 gram. Harga resolusi sering dinyatakan pula dalam persen skala penuh.
Kemudahan pembacaan skala adalah sifat yang tergantung pada instrumen dan pengamatnya. Ini menyatakan angka yang signifikan (mudah diamati) dan dapat direkam/dicatat sebagai data. Pada meter analog, ini tergantung pada ketebalan tanda skala dan jarum penunjuknya. Pada meter digital, digit terakhir (least significant) dapat dipakai sebagai ukuran kemudahan pembacaan skala.

d.      Sensitifitas
Adalah rasio antara perubahan pada output terhadap perubahan pada input. Pada alat ukur yang linier, sensitivitas adalah tetap. Dalam beberapa hal harga sensitivitas yang besar menyatakan pula keunggulan dari alat ukur yang bersangkutan. Alat ukur yang terlalu sensitif adalah sangat mahal, sementara belum tentu bermanfaat untuk maksud yang kita inginkan.
Kepekaan (sensitivitas) menyatakan berapa besarnya harga pengukuran untuk setiap satuan harga sinyal input. Sinyal input yang paling kecil yang memberikan sinyal output dan dapat diukur dinamakan sensitivitas alat ukur.

e.      Error atau kesalahan
Error dalam pengukuran dapat diartikan sebagai beda aljabar antara nilai ukuran yang terbaca dengan nilai“sebenarnya “ dari obyek yang diukur. Tidak ada komponen atau alat ukur yang sempurna, semuanya mempunyai kesalahan atau ketidak-telitian. Setiap hasil pengukuran selalu mengandung error. Tidak ada pengukuran yang bebas error, ini merupakan sifat alamia, kecuali jika yang diukur/dihitung adalah jumlah barang atau jumlah kejadian. Error dalam pengukuran dikelompokan menjadi 3 jenis, yaitu spurious error, systematic error dan random error.

f.        Validity
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat.
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

g.      Reliability
Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.

2.      Karakteristik Dinamis
Karakteristik dinamik dari suatu alat ukur menyatakan bagaimana kecepatan mengadakan perubahan dari suatu kedudukan ke kedudukan yang baru. Yang termasuk kedalam karakteristik dinamik yaitu :
a.      Kecepatan atau Respon
Kecepatan tanggapan (respon) adalah kecepatan alat ukur dalam memberi tangapan terhadap perubahan kuantitas yang diukur.Keterlambatan dalam pengukuran yang berkaitan dengan kecepatan tanggapan adalah perlambatan atau penundaan tanggapan suatu alat ukur terhadap perubahan kontinuitas yang diukur. Perlambatan demikian merupakan karakteristik yang tidak dikehendaki
b.      Kecermatan

Kecermatan adalah tingkat yang memberikan gambar apakah alat ukur menunjukkan perubahan peubah yang diukur tanpa kesalahan dinamis. Kesalahan dinamis adalah perbedaan antara kuantitas nilai sebenarnya yang berubah menurut  waktu, dan nilai yang ditunjukkan alat ukur jika diasumsikan tidak ada kesalahan statis. Waktu mati (Dead time) yang berkaitan dengan retardasi dalam pengukuran kesenjangan hanya mengubah tanggapan alat ukur sepanjang skala waktu dan menyebabkan kesalahan dinamis. Secara umum, kesenjangan pengukuran jenis ini sangat kecil dapat dinyatakan dalam sepersekian detik. Waktu mati disebabkan oleh daerah mati (dead zone) dalam alat ukur oleh gesekan awal atau pengaruh yang serupa.
Share:

KESALAHAN DALAM PENGUKURAN

KESALAHAN DALAM PENGUKURAN
Pengukuran adalah pengamatan terhadap suatu besaran yang dilakukan dengan menggunakan peralatan dalam suatu lokasi dengan beberapa keterbatasan yang tertentu. Pengukuran kesalahan dapat digolongkan :
·         kesalahan kasar (mistake/ blunders)
·         keslahan sistematik (systematic error)
·         keslahan random / tak terduga (occidental  error)
·
SUMBER KESALAHAN
Ø  Sumber kesalahan :       -    Surveyor
-          Alat ukur
-          Alam
KESALAHAN KASAR
Ø  Kesalahan ini terjadi karena :
Ø- Kurang hati-hati / gegabah.
Ø- Kurang pengalaman /  kurang perhatian.
Ø- Kesalahan ini tidak boleh terjadi, apabila diketahui ada kesalahan maka dianjurkan
mengulang keseluruhan atau sebagian.
Ø  Contoh :          - Salah baca
- Salah mencatat
- Salah dengar
Untuk menghindari kesalahan ini pengukuran hendaknya dilakukan lebih dari satu kali. 

KESALAHAN SISTEMATIK
Umumnya kesalahan sistematik disebabkan oleh alat-alat ukur sendiri atau cara pengukuran yang tidak benar. Cara-cara menghindari kemungkinan kesalahan :
·         Persiapan sebelum pelaksanaan.
·         Tahu tentang teori pengukuran.
·         Paham dengan jenis-jenis alat  ukur dan cara koreksinya.
·         Menguasai metode-metode ilmu hitung perataan.
·         Bekerja dengan loyalitas tinggi dan rasa tanggung jawab.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan besaran sejenis (alat ukur) yang ditetapkan sebagai satuan.
Ø  Penyebab kesalahan pengukuran (error) :
·         Kesalahan pemakaian alat ukur.
·         Kekeliruan dalam menyalin data.
·         Salah membaca skala.
·         Kesalahan pembulatan (round-off error).
·         Salah menentukan tingkat ketelitian.
Ø  Cara mengatasi kesalahan pengukuran (error) :
·         Mengganti alat ukur.
·         Menyalin kembali data.
·         Mengulangi membaca skala.
·         Memperbaiki kesalahan pembulatan (round-off error).
·         Menentukan kembali tingkat ketelitian.
Kesalahan dalam pengukuran tidak ada komponen atau alat ukur yang sempurna, Semuanya mempunyai kesalahan atau ketidak-telitian. Maka menjadi penting pemahaman tentang kesalahan dan bagaimana meminimalisasi kesalahan. Beberapa kesalahan dalam pengukuran muncul dan seringkali terbagi dalam beberapa kategori, yaitu :


1.      Kesalahan umum ( general/gross/human error). Kesalahan akibat faktor manusia, misalnya :
·         Kesalahan pembacaan.
·         Penyetelan yang tidak tepat.
·         Pemakaian alat yang tidak sesuai.
·         Kesalahan penaksiran.
Ø dapat dihindari dengan :
-          Pemilihan yang tepat.
-          Perawatan.
-          Kalibrasi.
-          Faktor koreksi.

2.      Kesalahan lingkungan ( environmental error ).  Kesalahan akibat faktor lingkungan, seperti : Perubahan suhu, tekanan, kelembaban, medan magnet, listrik  dapat dihindari dengan penyegelan, ketepatan pemakaian dalam lingkungan yang diijinkan  pemakaian pelindung medan magnet dan  listrik.


3.      Kesalahan acak ( random error ). Kesalahan yang penyebabnya tidak dapat langsung  diketahui ( perubahan terjadi secara acak ) dan biasanya terjadi dalam pengukuran secara periodik dapat dianalisa dengan cara – cara statistik.
Share:

visitors

Muhammad Rio Alrizal

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates